Tragedi Kanjuruhan: 'Lebih mengerikan daripada yang di medsos dan televisi', TGIPF pastikan 'kematian massal terutama disebabkan gas air mata' [6]

Cari Artikel Gratis di sini

Tragedi Kanjuruhan: 'Lebih mengerikan daripada yang di medsos dan televisi', TGIPF pastikan 'kematian massal terutama disebabkan gas air mata' [6]

 

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, dalam rekomendasi yang diserahkan ke Presiden Joko Widodo, Jumat (14/10), menyimpulkan "kematian massal" lebih disebabkan oleh gas air mata yang ditembakkan aparat.

Hal itu disampaikan Ketua TGIPF, yang juga Menkopolhukam, Mahfud MD, dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan, setelah menyerahkan laporan setebal 124 halaman.

"Yang mati dan cacat dan kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan [aparat]," ungkap Mahfud MD.

Saat itu, menurutnya, pihaknya sudah menyerahkan kandungan dalam gas air mata tersebut kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk diteliti.Namun apapun kesimpulan penelitian itu, demikian Mahfud, "tidak akan mengoreksi kesimpulan bahwa kematian massal terutama disebabkan oleh gas airmata."

'Saya meminta keadilan bagi dua anak saya', keluarga korban menanti hasil penyelidikan TGIPF Tragedi Kanjuruhan

Tragedi Kanjuruhan: 'Ada aksi saling lempar tanggungjawab', TGIPF 'serahkan hasil investigasi ke Jokowi, Jumat'

Tragedi Kanjuruhan: Polisi menyatakan gas air mata tidak ada yang mematikan, penyintas 'napas pedih, kita memilih untuk tidak napas'

'Korban yang jatuh lebih mengerikan daripada yang ditayangkan televisi atau medsos'

Di hadapan wartawan, Mahfud kemudian menjelaskan hasil rekonstruksi dari 32 buah CCTV dipasang di beberapa sudut Stadion Kanjuruhan, Malang.

"Korban yang jatuh itu jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi dan medsos," ungkapnya.


Mahfud kemudian membeberkan lebih detil apa yang disaksikan dari rekaman CCTV:

"Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu bisa keluar, yang satu tertinggal. Yang sudah keluar balik lagi, untuk menolong temannya, [lalu] terinjak-injak, mati.

"Ada juga yang memberi bantuan pernapasan, karena satunya tidak bisa bernapas, membantu, dan kena semprot juga, mati.

Dari berbagai temuan inilah, selain keterangan saksi-saksi, TGIPF memastikan bahwa korban meninggal dan terluka dalam tragedi itu karena "desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan [aparat]".

Selidiki 'surat izin keramaian' dari Kapolda Jatim

Dalam rekomendasinya, tim independen meminta kepolisian melakukan penyelidikan lanjutan terkait 'surat rekomendasi izin keramaian' oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jatim.

Kepolisian dan TNI juga diminta segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap aparatnya yang disebut melakukan "tindakan berlebihan dengan menembakkan gas air mata ke arah penonton di tribun".


Tim gabungan independen juga meminta polisi terus menyelidiki latar belakang kenapa tidak semua pintu terbuka usai laga berakhir.

Aparat kepolisian juga diminta melanjutkan penyelidikan kepada pimpinan Arema FC dan PSSI yang disebut tidak melakukan pengawasan dan kelancaran penyelenggaraan laga tersebut.

'Ketua PSSI harus mundur dari jabatannya'

Pada bagian lain rekomendasinya, TGIPF meminta Ketua PSSI dan jajarannya mundur dari jabatannya.

"Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban," ungkap salah-satu isi kesimpulan dan rekomendasi laporan TGIPF yang diterima BBC News Indonesia, Jumat (14/10).

PSSI juga diminta secepatnya menggelar kongres luar biasa untuk memilih kepengurusan baru.



"Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepakbola profesional di bawah PSSI sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI," ujar TGIPF dalam rekomendasinya.

PSSI diminta segera merevisi statuta dan peraturan PSSI. Lembaga ini juga didesak menjalankan keterbukaan informasi publik terhadap berbagai sumber dan penggunaan finansialnya.

PSSI dan pimpinan liga sepakbola Indonesia 'tidak profesional'
Pada bagian pertama kesimpulan dan rekomendasinya, tim independen secara khusus menyoroti PSSI dan pimpinan liga sepak bola Indonesia yang disebut "tidak profesional" dan "tidak memahami tugas dan perannya".

"Cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggungjawab pada pihak lain," ungkap TGIPF.
Dikatakan, sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola Indonesia.

"Sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional."

Suporter yang melakukan provokasi
Di sisi lain, polisi perlu segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap suporter yang melakukan provokasi dengan memasuki lapangan, perusakan mobil milik aparat di dalam dan luar stadion.

Kepada pihak TNI, tim independen meminta agar melanjutkan proses penanganan pelanggaran prajurit dalam tragedi tersebut.

TGIPF dibentuk oleh Presiden Jokowi tidak lama setelah terjadi tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang mengakibatkan 132 orang meninggal dunia.

Usai kekalahan Arema FC 2-3 dari tamunya, Persebaya, suporter tuan rumah dilaporkan masuk ke lapangan dan aparat disebutkan menghalaunya. Di sinilah terjadi aksi kekerasan yang dilakukan aparat.

Sejumlah laporan menyebutkan, aparat kemudian menembakkan gas air mata berkali-kali, yang diantaranya diarahkan ke tribun yang disesaki penonton.

Akibatnya, penonton di tribun menjadi panik dan berlarian mencari jalan keluar. Sebagian besar mereka kemudian terjebak di pintu keluar.

Tragedi Kanjuruhan, yang mengakibatkan 132 orang meninggal dunia, merupakan kejadian paling fatal kedua di dunia setelah peristiwa di Kota Lima, Peru, dengan korban jiwa 328 orang pada 1964.

Sumber berita :



Baca komentar