Salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang mengajukan permohonan autopsi mengalami dugaan intimidasi dari pihak kepolisian.
Ia dipaksa dari pihak kepolisian untuk mencabut permohonan autopsi yang dijadwalkan pada Kamis (20/10).
Pendamping Hukum Tim Gabungan Aremania sekaligus Sekjen Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andy Irfan mengatakan, awalnya salah satu keluarga korban mengajukan autopsi terhadap dua anaknya yang meninggal akibat tragedi Kanjuruhan.
"Itu atas nama Mas D, ayah dari dua korban tadinya sudah bersedia dan membuat pernyataan kesediaan untuk autopsi atas dua anaknya," ujar Andy saat dikonfirmasi, Selasa (18/10).
Andy mengungkapkan, usai pengajuan autopsi, D kemudian di datangi oleh sejumlah aparat polisi di rumahnya.
Diduga, D didesak oleh aparat polisi untuk membatalkan surat permohonan autopsi.
Meski D dan anggota keluarganya tak diancam dengan kekerasan, ia merasa terintimidasi oleh kedatangan polisi itu.
"Ternyata setelah surat itu diketahui kepolisian, justru kemudian sejumlah personel polisi, pernyataan dari rumah beliau dan keluarga, itu menyatakan ada polisi Polres, Polda dan Mabes Polri datang berhari-hari, ramai-ramai," ungkapnya.
"Pada intinya menyarankan Mas D untuk mencabut surat untuk autopsi. Walaupun tidak ada intimidasi yang mengarah ke kekerasan, kehadiran aparat polisi dengan jumlah lumayan banyak ke lokasi rumah itu menimbulkan keresahan dan kepanikan keluarga," lanjut dia.
Andy menjelaskan, pada saat polisi datang ke rumah D, ia diperintah oleh polisi untuk menulis surat pernyataan pembatalan autopsi. Hingga akhirnya D bersedia menuliskan surat itu.
"Akhirnya kemarin siang, Mas D didikte untuk membuat surat pernyataan yang isinya membatalkan rencana autopsi. Padahal beliaunya mau, terus didesak oleh aparat keamanan di lapangan, terus keluarga merasa diintimidasi dan merasa gak aman, akhirnya pernyataan kesediaan itu dicabut," terangnya.
Andy mendesak kepada pihak kepolisian untuk transparan proses autopsi yang akan dilaksanakan.
"Seharusnya polisi membuka siapa yang diautopsi, benar atau tidak," tutur Andy.
Di kesempatan yang sama, orang tua korban D saat dikonfirmasi terkait intimidasi pembatalan permohonan autopsi, ia hanya menjawab agar baju korban yang menjadi bukti.
"Biar baju korban jadi buktinya. Dan azab Allah yang membalas," ujar D.
Sebelumnya, Polri bakal mengautopsi dua jenazah yang meninggal saat tragedi yang terjadi pada Sabtu (1/10) usai pertandingan Arema vs Persebaya.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan, autopsi dilakukan pekan depan.
"Autopsi mungkin minggu depan," kata Andi kepada wartawan usai olah TKP di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim, Kamis (13/10).
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari Polri.
Sumber berita: