Polri mengeluarkan statement jika gas air mata bukanlah penyebab jatuhnya korban jiwa dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022 lalu.
Menanggapi itu, perwakilan Aremania, Rafi Maulana meminta agar kepolisian mencoba sendiri efek yang dihasilkan dari gas air mata tersebut.
"Monggo dicoba dalam keadaan yang sama, bagaimana efek gas air mata di ruang tertutup. Tentu mematikan," ujar Rafi, Selasa (11/10/2022).
Tembakan gas air mata ke tribun Stadion Kanjuruhan itu membuat suporter panik, hingga kebingungan menyelamatkan diri.
Sebab suporter yang berada di tribun Stadion Kanjuruhan mengalami sesak napas saat gas air mata ditembakkan. Terlebih para suporter yang ada di dalam lorong ditembaki gas air mata.
"Rasanya perih dan sesak napas. Apakah itu tidak menjadikan penyebab kematian?" terangnya.
Bahkan tidak sedikit suporter yang saat ini masih menderita akibat efek gas air mata, seperti mata merah, trauma kepala hingga sesak napas.
"Memang konsen kita saat ini yaitu memperhatikan para korban susulan yang luka-luka dan sudah kami bawa ke rumah sakit. Kebanyakan akibat gas air mata," tegas dia.
Untuk diketahui, sampai Selasa (11/10/2022), dari data tim gabungan Aremania tercatat ada 131 korban yang meninggal dunia dan 80 yang mengalami luka berat maupun luka ringan.
Sementara berdasarkan hasil investigasi KontraS, TGA dan Lokataru, mereka mengaku menemukan 11 kejanggalan dalam tragedi Kanjuruhan.
Pertama, KontraS menemukan adanya pengerahan aparat bersenjata pada pertengahan babak kedua tanpa alasan yang jelas. Yang mengejutkan, juga beredar foto selongsongan gas air mata yang kedaluwarsa.
Sedangkan Lokataru menemukan kejanggalan polisi seharusnya punya wewenang melakukan autopsi. Tapi, autopsi justru tidak dilakukan. Kemudian, CCTV tidak dibuka ke publik.